Kamis, 29 September 2016

Watu Semaur




Watu semaur yang terletak di Kecamatan Ngrayun, Kab. Ponorogo
WATU SEMAUR. Apa itu Watu Semaur? Dilihat dari namanya, Watu (jawa) adalah batu, dan Semaur (jawa) artinya menjawab. Watu Semaur bukanlah batu yang bisa menjawab jika ditanya. Namun Watu Semaur merupakan sebuah batu besar yang menjulang. Jika ada orang berteriak maka akan menggema sehingga seperti orang menjawab, mungkin karena itulah dinamakan Watu Semaur. Watu Semaur ini berada di Desa Selur Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo. Batu besar yang menjulang ini berada di pinggir jalan alternatif menuju ke daerah Panggul Kabupaten Trenggalek. Terletak diantara rindangnya hutan pinus dan di bawah batu tersebut terdapat sawah yang asri membuat orang yang lewat di bawahnya ingin beristirahat sejenak menikmati keagungan Tuhan tersebut.

Dibalik indahnya Watu Semaur, terdapat mitos asal mula batu tersebut. Menurut cerita masyarakat sekitar Watu Semaur tidak sama dengan batu-batu lainnya, namun batu tersebut memiliki asal usul dan masih dipercayai masyarakat sekitar sampai sekarang. Menurut masyarakat setempat, terjadinya Watu Semaur bermula dari sebuah kepercayaan jika hutan (tempat Watu Semaur berada) sangatlah angker. Ada sebuah kepercayaan, jika ada pasangan pengantin sebelum lima hari setelah nikah tidak boleh lewat hutan tersebut tanpa ada yang menemani (batur manten-jw). Pada suatu hari ada pasangan pengantin baru yang nekat lewat hutan tersebut hanya berdua. Pada saat lewat hutan tersebut pengantin pria tiba-tiba ingin buang air, kemudian pengantin pria menyuruh pengantin wanita untuk menunggu sebentar di tempat yang agak jauh. Pengantin wanita pun mencari tempat  yang enak untuk menunggu suaminya yang sedang buang air. Setelah selesai buang air pengantin pria berniat mencari istrinya sambil memanggil-manggil nama istrinya. Panggilan sang suami selalu dijawab sang istri, namun ternyata istrinya tidak ditemukan. Setiap kali dipanggil selalu dijawab tapi wujud istrinya tidak ada. Akhirnya sang suami kecapekan dan berhenti mencari, ditempat berhenti itulah sang suami berubah menjadi sebuah batu dan dinamakan Batu Kodok (terletak sebelum Watu Semaur). Sedangkan sang istri berubah menjadi Watu Semaur. Itulah secuil kisah tentang asal mula Watu Semaur.

Watu kodok yang dipercaya sebagai perubahan wujud dari Pengantin pria

Itu hanyalah sebuah kepercayaan yang berkembang di masyarakat sekitar Watu Semaur, percaya atau tidak semuanya dikembalikan pada pribadi masing-masing. Yang jelas dibalik semua itu, Watu Semaur adalah anugerah Tuhan yang sangat indah yang menjukkan salah satu keagungan-Nya.















Sumber:
elzhito.wordpress.com/2012/03/10/watu-semaur-asal-mula-dan-mitosnya/



Kampung idiot ponorogo


Di Indonesia, mungkin hanya di Kabupaten Ponorogo yang desa-desanya banyak dihuni warga idiot atau pengidap down syndrome (keterbelakangan mental). Jumlahnya ratusan orang. Benarkah hanya karena mereka miskin? SETIDAKNYA terdapat tiga kawasan perkampungan di Kabupaten Ponorogo, Jatim, yang banyak dihuni warga idiot atau pengidap down syndrome. Seluruhnya di lereng pegunungan yang mengepung kabupaten itu. Berdasar hasil penelusuran INDOPOS, total warga yang menderita down syndrome alias idiot di tiga kawasan tersebut mencapai 445 orang. Jika dirinci lebih detail, yang paling banyak terdapat di Desa Sidoharjo, Kecamatan Jambon (323 orang).
salah satu keluarga di perkampungan idiot ponorogo
Selanjutnya, di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, terdapat 69 orang dan di Desa Pandak, Kecamatan Balong, terdapat 53 orang. Di antara tiga wilayah itu, Desa Sidoharjo memang tercatat paling banyak memiliki warga yang tumbuh tidak normal. Jumlahnya mencapai 323 orang di antara 5.690 jiwa penduduk di desa itu (sekitar 5,7 persen). Daerah yang memiliki banyak warga idiot bisa dikatakan satu tipikal. Yakni, sama-sama berada di lereng gunung, tanah berkapur yang sulit ditanami, terpencil, akses transportasi sulit, tiwul (makanan olahan dari singkong) sebagai menu makan utama, miskin, hingga berpendidikan rendah. Pekerjaan mayoritas warganya juga sama: buruh tani. Lantaran berada di lereng pegunungan, mengaksesnya pun tidak mudah.
Setidaknya, dibutuhkan minimal satu hingga dua jam perjalanan dari pusat Kota Ponorogo dengan menggunakan kendaraan roda empat. Tiga wilayah tersebut juga memiliki ciri khas lain, yakni hanya memiliki satu akses jalan masuk, lantaran sisi-sisi jalannya tertutup oleh perbukitan dan hutan. Dukuh Sidowayah di Desa Sidoharjo misalnya. Daerah tersebut cukup sulit diakses oleh pendatang. Hanya ada satu jalan utama setelah melewati sawahsawah dan hutan. Jalan menyempit saat memasuki desa tersebut. Umumnya, jalanan terbagi tiga tipe. Aspal, makadam, serta tanah dengan berbagai tanjakan dan turunan khas daerah pegunungan. Untuk yang baru pertama ke sana, tidak berlebihan jika menyamakan akses masuk ke Sidowayah mirip dengan film-film horor Indonesia.
Sepi, banyak pohon menjulang tinggi, penerangan rumah minim, terutama jika malam, dan jalan sempit dengan berbagai belokan yang membingungkan. Jika dibandingkan dengan akses menuju Kecamatan Balong, Sidowayah bisa dikatakan paling berat. Desa Pandak juga demikian. Jalan sempit sudah terasa saat memasuki akses menuju Pandak. Kiri kanan berupa hamparan sawah dan hutan. Di situ, jalan lebih parah karena mayoritas berupa makadam. Tidak hanya itu, jalan hanya mampu ditaklukkan oleh roda dua. Namun, semua kendaraan dipastikan lumpuh saat hujan turun karena akses jalan menuju perbukitan masih berupa tanah liat. Begitu banyaknya warga yang mengalami keterbelakangan mental, warga tidak lagi mempermasalahkan mereka. ’’Mereka bukan masalah bagi kami,’’ ujar Kades Sidoharjo Parnu. Pola interaksi yang terjadi juga tidak jauh berbeda dengan kehidupan manusia normal. Penderita keterbelakangan mental yang bisa bekerja diarahkan untuk membantu orang tua.
Mereka yang tidak bisa diajari apa pun dibiarkan begitu saja berkeliaran di perkampungan. Karena tidak ada satu pun yang bertipe menyerang, warga tidak pernah merasa terganggu. Sisi perekonomian jelas tidak bisa dibanggakan. Sebagai buruh tani, bisa jadi penghasilan mereka Rp 100 ribu–Rp 300 ribu per bulan. Dengan rendahnya penghasilan ditambah lagi keluarga yang ratarata mempunyai anak lebih dari dua, ujung-ujungnya warga tidak bisa mengonsumsi makanan bergizi secara rutin. Ironi memang. Menurut keterangan tiga Kades yang wilayahnya banyak dihuni warga idiot (Sidoharjo, Karangpatihan, dan Pandak) , warganya hanya bisa menikmati nasi saat pembagian beras untuk keluarga miskin (raskin). Beras jatah pemerintah itu hanya bisa dikonsumsi beberapa hari. Setelah itu, kembali lagi mereka mengonsumsi tiwul. ’’Biasanya tanpa lauk. Tiwul itu saja makanannya,’’ ucap Kades Pandak Yaimun. Seperti yang terjadi di rumah Janem, 70. Saat ke rumahnya, dia sedang menjemur singkong di halaman.
Di dalam rumah, Bandi, 43, dan Jemari, 40, sedang memegang tempe berisi tiwul. Tidak ada lauk di tumpukan tiwul itu. Di dalam rumah itu juga tidak terdapat banyak perabot. Hanya dipan tanpa kasur yang digunakan untuk duduk oleh dua anaknya yang samasama idiot itu. Nah, tiwul yang mengandung gaitan dan cooksey sebagai zat goitrogenik itulah yang ditengarai menjadi pemicu munculnya kasus down syndrome. Zat yang terkandung di dalam singkong bisa merusak metabolisme yodium. Akibatnya, warga kawasan itu menderita gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY). Namun, di balik kisah kemiskinan di desa-desa itu, ada yang menarik. Yakni, kisah Mbah Temu, 65, warga Dukuh Sidowayah. Dia memang tidak mengalami keterbelakangan mental, tetapi buta. Meski buta, setiap hari dia memanjat pohon jati yang menjulang tinggi untuk mengambil daunnya. Daun-daun itu dijatuhkan, lalu dikumpulkan kembali. Setiap helai daun biasanya dihargai sekitar Rp 2. Kisah lainnya datang dari Desa Karangpatihan.
Keluarga yang anggota keluarganya banyak mengidap idiot adalah Giyem. Sayang, saat INDOPOS berkunjung ke rumah Giyem, dia tidak berada di tempat. Giyem adalah anak kelima di antara 9 bersaudara. Kondisi dia normal. Tetapi, empat adiknya mengalami idiot. Mereka adalah Painten, 42, Boinem, 40, Danem, 38, dan Dayat, 35. Semua tinggal serumah dengan Giyem. Si bungsu Dayat tergolong down syndrome ringan. Sebab, dia masih bisa diajak berbicara dan mau bekerja. Selama ini dia bersama Giyem yang normal menjadi tulang punggung keluarga. Sedangkan tiga kakaknya yang saat itu duduk di depan rumah hanya bertugas membersihkan rumah. ’’Biasanya saya mencari batu dan mengurus kambing,’’ ucap Dayat, lantas terkekeh sendiri.
Apa yang membuat kampung-kampung itu banyak dihuni warga idiot? Kadinkes Ponorogo Andy Nurdiana Diah menyebut dampak GAKY tidak hanya pada pembesaran kelenjar gondok. Yang lebih penting adalah terhambatnya perkembangan tingkat kecerdasan otak pada janin dan anak. Kerusakan saraf otak bisa mengakibatkan rendahnya nilai IQ (intelligent guotient) penderita GAKY. ’’Itulah yang sebenarnya terjadi di sini. Jadi, bukan disebabkan perkawinan sedarah, meski itu bisa saja terjadi,’’ jelasnya. Ada versi lain terkait asal muasal kampung idiot itu. Ada satu cerita yang disepakati warga Karangpatihan dan Pandak. Yakni, bermula pada 1963 hingga 1967. Konon, saat itu dua desa tersebut terserang hama tikus yang menyerang selama empat tahun.
Kades Karangpatihan Daud Cahyono yang saat itu masih balita saat bencana terjadi ingat betul bagaimana susahnya warga. Seluruh hasil bumi menjadi rusak dan warga gagal panen. Lokasi desa yang terpencil dan minimnya akses membuat warga tidak memiliki banyak pilihan makanan. ’’Padahal, saat itu banyak ibu hamil,’’ kenangnya. Lahir dari ibu yang kekurangan gizi membuat bayi-bayi Karangpatihan menjadi tumbuh tidak normal. Jumlahnya semakin banyak karena hama tersebut menyerang selama empat tahun. Warga semakin menderita karena tanah di kawasan tersebut bersifat tadah hujan. Tidak bisa setiap saat ditanami padi. ’’Biasanya, setahun hanya sekali tanam,’’ terangnya. Versi lainnya, kali ini berbau mitos. Konon, kawasan Sidoharjo, khususnya Dukuh Sidowayah, berdekatan dengan hutan lebat. Tidak sedikit warga yang menganggap keberadaan kampung-kampung idiot itu sebagai kutukan. ’’Masyarakat di sini masih sangat percaya dengan mistis,’’ kata Indadi, kamituwo (kepala dukuh Sidowayah).
Meski demikian, tiga kepala desa yang warganya banyak mengidap keterbelakangan mental itu tidak terlalu memedulikan apa penyebab warganya seperti itu. Mereka mengharapkan adanya sebuah langkah serius dari pemerintah untuk menghentikan munculnya generasi baru seperti itu. Tidak hanya itu, seluruh perangkat desa juga dipusingkan dengan masa depan mereka. ’’Sebagai Kades, kami tidak bisa berbuat banyak,’’ tambah Daud kembali. Harapan-harapan itulah yang selama ini dipupuk oleh para perangkat desa. Yaimun juga demikian. Sebagai kepala wilayah yang memiliki delapan balita dengan status down syndrome, beban pekerjaannya bertambah. Warga asli Pandak itu khawatir dengan masa depan para balita itu daripada penderita dewasa. ’’Warga kami miskin, sementara kebutuhan semakin mahal. Entah apa yang harus kami lakukan,’’ ujarnya lirih. (dim/c4/ kum) 
 
 
 
 
 
 

Sesepuh Warok Ponorogo

Mbah Kamituwo Kucing
“Sekarang sudah salah kaprah memahami warok,” katanya. Raut gelisah dan menahan marah masih membalut wajah Kasni Gunopati dalam sepekan belakangan ini. Puluhan tahun hidup yang dia abdikan untuk menjaga dan melestarikan kesenian Reog Ponorogo terancam sirna. Situs milik Kementerian Kesenian dan Kebudayaan Malaysia mencantumkan Reog (disebut Barongan) sebagai warisan budaya Malayu. Barongan yang sama persis dengan Reog dikabarkan berkembang di Johor dan Selangor.

Sebagai warok yang bertugas menjaga kesenian Reog, naluri bertarung lelaki 82 tahun ini seakan ditantang setelah melihat klaim sepihak itu. Pria yang dikenal sebagai Kamituwo Kucing atau Mbah Wo Kucing ini merupakan warok paling sepuh dan paling digdaya di Ponorogo, Jawa Timur, saat ini. Dia disegani bukan karena menjadi Ketua Paguyuban Reyog Pujonggo Anom, melainkan juga lantaran kedigdayaan ilmunya yang konon tiada tanding. Jangankan ditebas golok, ditembak senapan pun peluru tak mampu menembus tubuhnya.

Warga Desa Kauman, Kecamatan Sumoroto, Ponorogo, ini lahir sebagai orang biasa-biasa saja. Tapi lingkungan tempat dia hidup menempa Kasni kecil hingga memilih jalan hidup sebagai warok. “Tugas warok itu melindungi rakyat dari penindasan,” kata Mbah Wo Kucing. Sadar tugas yang bakal diemban cukup berat, beragam ilmu kanuragan dia pelajari. Setiap warok, kata dia, pasti memiliki ilmu kanuragan yang akan muncul saat dibutuhkan. “Tapi ilmu ini tidak boleh dipamerkan,” ucapnya.
Lelaki yang tetap bugar di masa senjanya ini mengatakan, sejak berusia 15 sampai 45 tahun dia berguru di perguruan kanuragan. Tradisi ngangsu kaweruh itu yang mengharuskan Mbah Wo Kucing berkelana dari satu tempat ke tempat lain. Ada sekitar 50 orang guru yang dia jadikan tempat ngangsu kaweruh, seperti Raden Mas Djojopoernomo di Banyuwangi dan Sumodiningrat di Solo.

Salah satu fase terberat selama menimba ilmu adalah puasa mutih selama 40 hari 40 malam dan puasa total tiga hari tiga malam (ngebleng). Fase-fase berat itu justru membentuk kepribadian dan keteguhan para warok memegang prinsip hidup mengabdi kepada masyarakat. Dalam istilah dia, ilmu dari delapan penjuru angin sudah dia serap dan menjadi bekal mengabdi menjadi penjaga Reog. “Selama menjadi warok, kita tidak boleh menyakiti orang lain dan harus menjauhi perempuan,” katanya.

Selain menjaga kesenian Reog sebagai arena unjuk diri para warok, Mbah Wo Kucing mewariskan ilmunya kepada puluhan muridnya. Setiap bulan Suro dalam penanggalan Jawa, rumah Mbah Wo selalu ramai didatangi para muridnya. Dalam tradisi warok, penahbisan seseorang menjadi warok muda biasanya dilakukan pada malam 1 Suro. Tapi tradisi sejak abad ke-14 ini mulai menghilang sejak akhir 1970-an seiring dengan berkurangnya minat generasi muda menjadi warok.

Menurut Mbah Wo Kucing, tak mudah menjadi seorang warok sejati yang mengabdi sepenuhnya pada kepentingan masyarakat. Apalagi di tengah zaman yang kian mementingkan materi seperti sekarang, keberadaan warok sejati makin sulit ditemukan. Anggota paguyuban warok yang dia pimpin saja tak lebih dari 30 orang. Dari semua murid ini, belum tentu ada yang sukses menjadi warok sejati. “Mereka tidak lagi mendalami ilmu kanuragan sebagaimana warok masa lalu,” ujar warok yang menikah pada usia 45 tahun ini.

Yang lahir dari tangan Mbah Wo Kucing sekarang tak lebih dari warok yang bertugas sebagai penari reog. Mereka tak lagi menyelami ilmu batin yang menjadi ciri khas warok masa silam. Meski ilmu reog merupakan warisan dirinya, Mbah Wo Kucing mengaku risau. Dia khawatir tradisi ilmu kanuragan yang dimiliki para warok punah. “Kalau warok punah, berarti reog juga bisa punah,” katanya.

Keresahan ini juga dirasakan oleh warok Bikan Gondo Wiyono, yang akrab dipanggil Lurah Bikan. Seorang warok sejati, kata dia, saat ini sulit dijumpai di Ponorogo. Peran warok sekarang dalam pentas kesenian reog tak lebih menjaga pentas agar tak sampai terjadi kerusuhan. Kerisauan warok berusia 62 tahun ini makin menjadi-jadi karena kriteria warok juga bergeser.

Menurut Lurah Bikan, pada masa lalu seseorang layak disebut warok jika mencapai derajat tertentu dalam ilmu kanuragan. Kecakapannya juga sudah sampai pada maqom yang ditentukan para guru warok. Komitmen sebagai penjaga dan pelindung rakyat kecil juga menjadi ukuran seorang warok. “Sekarang sudah salah kaprah memahami warok,” katanya.

Seorang warok di zaman serba materi ini diukur dari posturnya yang tegap dan tinggi-besar. Warok juga dituntut pandai menari reog. “Jadi ukuran seorang warok sekarang cuma bodinya,” ucapnya. Kerisauan warok sepuh ini kian menjadi-jadi setelah Malaysia mencantumkan Barongan yang mirip dengan reog sebagai warisan budaya mereka.

Istilah warok muncul bersama hadirnya Suromenggolo dan Suroghento pada abad ke-14. Dalam bahasa Jawa, kata “warok” berarti lebih besar dan lebih kuat. Dalam perkembangannya, istilah ini digunakan untuk menyebut seorang pendekar yang tangkas berkelahi. Kekuatannya tak hanya fisik, tapi juga batin. Sayang, kekuatan batin ini yang kini mulai menghilang dari kehidupan warok masa kini. (DINI MAWUNTYAS)

Zaman Sudah Terbalik
Seorang gemblak merupakan sisi lain kehidupan warok yang mengundang beragam pendapat. Gemblak biasanya lelaki belasan tahun berwajah rupawan dan berkulit bersih yang dijadikan teman warok. Gemblak diperukan karena warok punya pantangan tak boleh menereskan sperma karena terangsang perempuan. Warok yang menggauli perempuan akan luntur kedigdayaannya.
Menurut Mbah Wo Kucing, gemblak bisa diperlakukan layaknya isteri atau sekadar anak. Ia tinggal bersama warok dan mengabdi sepenuhnya. “Selain menghibur, gemblak juga harus diasuh dan dipenuhi hajat hidupnya,” kata Mbah Wo Kucing. Seorang warok bisa memiliki lebih dari satu gemblak atau saling tukar gemblak milik warok lain.

Jumlah gemblak, kata Mbah Wo Kucing, juga menunjukan derajat dan kedigdayaan seorang warok. Semakin banyak gemblak, makin tinggi pula ilmu yang dimiliki. “Saya pernah memiliki 15 gemblak,” katanya. Mereka diasuh sejak usia 6 tahun dan kembali menjadi manusia biasa setelah berusia 30 tahun atau saat menikah. Seorang gemblak bisa datang menawarkan diri atau memang diminati warok.

Sebagai imbalan menjadi gemblak, biasanya warok memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Setiap dua atau tiga tahun seorang gemblak mendapat satu sapi atau kambing. Beberapa gemblak yang dipelihara Mbah Wo disekolahkan sampai lulus. Sedangkan peran mereka dalam pentas reog, gemblak menemari warok menari jathilan obyogan.

Kini gemblak laki-laki muda nan tampan sudah berganti rupa. Gemblak masa kini seorang perempuan atau waria. “Zaman wis molak-malik (zaman sudah terbalik), kok gemblakan perempuan atau waria,” ujarnya. Bagi dia, tradisi ilmu warok, tidak bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman. Baik itu ilmu kanuragan yang garus dikuasai atau gemblak yang menemani hidup para warok.









sumber :

Rabu, 28 September 2016

Legenda Golan-Mirah

warok 
Sebagai warga Ponorogo tentu kita pernah dengar mitos tentang desa Golan dan Desa Mirah yang berada di Kecamatan Sukorejo. Mitos itu terus berkembang dalam masyarakat sejak dahulu hingga sekarang. Diantara mitos tersebut adalah air dari desa Golan tidak mau bercampur dengan air dari Desa Mirah, orang akan mengalami kebingungan ketika membawa benda atau barang dari Golan ke Mirah dan sebaliknya. Adalagi orang Mirah tidak diperkenankan menanam kedelai, orang Golan dan Mirah jika bertemu ditempat orang hajatan dimana saja akan mengalami gangguan, tidak akan terjadi perkawinan antara orang Golan dan Mirah.

Itulah beberapa mitos yang berkembang dimasyarakat. Berkembangnya mitos tersebut tidak lepas dari cerita turun menurun yang diwariskan leluhur. Cerita tersebut terus berkembang dimasyarakat hingga sekarang. Berikut sedikit cerita Golan Mirah

****

Pada zaman dahulu di Desa Golan hiduplah seoarang tokoh terkenal yang memiliki kesaktian yang tinggi serta gagah berani sehingga disegani oleh masyarakat sekitar. Orang itu bernama Ki Honggolono. Karena kebijaksanaan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki Ki Honggolono, beliau diangkat menjadi Palang atau kepala desa dan mendapat sebutan Ki Bayu Kusuma. Ki Honggolono memiliki adik sepupu yang bernama Ki Honggojoyo yang lebih dikenal dengan sebutan Ki Ageng Mirah. Ki Honggolono memiliki seorang putra yang tampan dan gagah perkasa yang bernama Joko Lancur. Joko Lancur adalah pemuda tampan yang mempunyai hobi menyabung ayam dan mabuk-mabukan. Sedangkan Ki Ageng Mirah mempunyai putri yang sangat cantik yang bernama Mirah Putri Ayu. Mirah Putri Ayu menjadi bunga desa dan mendapat julukan Mirah Kencono Wungu.
Joko Lancur memiliki kegemaran menyabung ayam, kemanapun ia pergi tak pernah pisah dari ayam jago kesayangannya. Pada suatu hari ketika akan menyabung ayam, Joko Lancur melewati Mirah. Ditempat itulah ayam kesayangannya lepas. Maka gundahlah hatinya Karena peristiwa itu. Berbagai cara dilakukannya untuk menangkap ayam itu namun tidak berhasil. Sampai akhirnya ayam tersebut masuk ke ruang dapur Ki Ageng Mirah. Mirah Putri Ayu yang sedang membatik di dapur sangatlah terkejut melihat ada seekor ayam jantan yang masuk ke dalam rumahnya. Mirah Putri Ayu berhasil menangkap ayam tersebut, dan sangatlah senang hatinya karena ternyata ayam tersebut sangatlah jinak.

Tak lama kemudian masuklah Joko Lancur yang mencari ayamnya, alangkah kagetnya Joko Lancur melihat ayam kesayangannya berada dalam pelukan perawan jelita yang belum dikenalnya. Joko Lancur tidak segera meminta ayam kesayangannya, namun terpesona kecantikan Mirah Putri Ayu. Sebaliknya Mirah Putri Ayu juga sangat mengagumi ketampanan Joko Lancur. Keduanya saling curi pandang, berkenalan hingga menaruh suka diantara mereka. Joko Lancur tidak mengetahui jika ternyata pamannya Ki Ageng Mirah memiliki putri yang sangat cantik dikarenakan Mirah Putri Ayu merupakan gadis pingitan yang tidak boleh bergaul dengan sembarang orang. Ditengah keasyikan obrolan mereka, tiba-tiba Ki Ageng Mirah masuk kedapur dan menemukan Joko Lancur sedang berdua dengan putrinya. Ki Ageng Mirah marah kepada Joko Lancur karena dianggap tidak memiliki tata karma serta tidak memiliki sopan santun karna telah berani masuk kerumah orang lain tanpa meminta ijin pemilik rumahi terlebih dahulu. Joko Lancur menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, namun Ki Ageng Mirah tidak mau peduli penjelasan Joko Lancur. Akhirnya Joko Lancur diusir dan disuruh segera meninggalkan rumah Ki Ageng Mirah. Joko Lancur segera pulang dengan perasaan malu dan cemas, namun dibenaknya selalu teringat akan kecantikan Mirah Putri Ayu.

Waktu terus berjalan, Joko Lancur tidak seperti biasanya yang selalu pergi dengan ayam kesayangannya, namun Joko Lancur lebih sering mengurung diri dalam kamar, sering melamun,menyendiri, sering tidak makan dan tidak tidur karena memikirkan Mirah Putri Ayu. Keadaan ini akhirnya diketahui ayahnya Ki Honggolono. Setelah ditanya, Joko Lancur menyampaikan kepada ayahnya jika dirinya sedang jatuh hati pada Mirah Putri Ayu. Karena Joko Lancur merupakan anak semata wayangnya, Ki Honggolono segera menuruti keinginan putranya untuk melamarkan Mirah Putri Ayu.

Berangkatlah Ki Honggolono menuju rumah Ki Ageng Mirah untuk melamar Mirah Putri Ayu. Kedatangan Ki Honggolono disambut dengan muka ceria oleh Ki Ageng Mirah, meskipun dalam benak Ki Ageng Mirah tidak sudi memiliki calon mantu seorang penjudi sabung ayam. Ki Ageng Mirah berupaya menolak lamaran tersebut dengan cara yang halus agar tidak menusuk perasaan keluarga Ki Honggolono, maka diterimalah lamaran tersebut dengan beberapa syarat diluar kemampuan manusia. Syarat yang diajukan Ki Ageng Mirah adalah supaya dibuatkan bendungan sungai untuk mengairi sawah-sawah di Mirah serta serahan berupa padi satu lumbung yang tidak boleh diantar oleh siapapun, dalam arti lumbung tersebut berjalan sendiri. Syarat tersebut disanggupi oleh Ki Honggolono.

Dengan kesanggupan Ki Honggolono untuk memenuhi persyaratan tersebut, Ki Ageng Mirah merasa khawatir dan berusaha menggagalkan pembuatan bendungan dan pengumpulan padi yang dilakukan Ki Honggolono. Sementara itu Ki Honggolono dengan bantuan murid-muridnya bekerja keras untuk membuat bendungan dan mengumpulkan padi. Berkat kerja kerasnya dalam waktu yang singkat syarat yang diajukan Ki Ageng Mirah mendekati keberhasilan. Dengan melihat apa yang dilakukan Ki Honggolono, Ki Ageng Mirah menemukan strategi untuk menggagalkan apa yang dilakukan Ki Honggolono. Ki Ageng Mirah meminta bantuan Genderuwo untuk mengganggu pembuatan bendungan serta mencuri padi-padi yang sudah dikumpulkan.

Apa yang dilakukan Ki Ageng Mirah diketahui oleh Ki Honggolono. Ki Honggolono tidak mau lagi mengisi lumbung dengan padi, tetapi diganti dengan damen (jerami) dan titen (kulit kedelai). Dengan kesaktian yang dimiliki Ki honggolono, damen dan titen tersebut disabda menjadi padi. Mengetahui isi lumbung bujan padi, genderuwo utusan Ki ageng Mirah beralih mengganggu pembuatan bendungan dengan menjebol bendungan yang belum selesai dibuat. Namun ternyata hal tersebut juga diketahui oleh Ki Honggolono. Ki Hongggolono kemudian meminta bantuan kepada buaya yang jumlahnyaa ribuan untuk menangkap genderuwo ketika mengganggu pembuatan bendungan. Akhirnya genderuwo dapat dikalahkan dan pembuatan bendungan berjalan lancar.

Semua persyaratan sudah lengkap, Ki Honggolono menyabda lumbung padi untuk berangkat sendiri, diikuti oleh rombongan mempelai laki-laki. Awal kedatangan rombongan mempelai laki-laki disambut baik oleh Ki Ageng Mirah. Namun Ki Ageng Mirah juga bukan orang biasa, dengan kesaktiannya Ki Ageng Mirah tahu apa isi sebenarnya lumbung padi yang dibawa mempelai laki-laki. Dihadapan para tamu yang hadir Ki Ageng  Mirah menyabda lumbung tersebut dan seketika berubahlah padi dalam lumbung menjadi damen dan titen.

Dengan peristiwa tersebut terjadilah adu lidah dan berlanjut adu fisik antara Ki Honggolono dan Ki Ageng Mirah. Ketika terjadi percekcokan, Joko lancur mencari mirah Putri Ayu, keduanya tahu apa yang terjadi diantara kedua ayahnya sehingga mereka memutuskan untuk bunuh diri bersama. Masih bersamaan terjadinya peperangan, bendungan yang dibuat Ki Honggolono ambrol dan terjadilah banjir bandang yang menewaskan banyak orang.

Usai peperangan Ki Honggolono berhari-hari mencari putra kesayangannya, Joko Lancur. Tetapi ternyata ketika ditemukan putranya sudah tewas bersama kekasih dan ayam kesayangannya. Jasad Joko Lancur kemudian dimakamkan bersama ayam jagonya dan makam tersebut diberi nama Kuburan Setono Wungu.

Dari peristiwa yang telah usai, dihadapan para muridnya Ki Honggolono besabda : “Wong Golan lan wong Mirah ora oleh jejodhoan. Kaping pindo,isi-isine ndonyo soko Golan kang ujude kayu, watu, banyu lan sapanunggalane ora bisa digowo menyang Mirah. Kaping telu, barang-barange wong Golan Karo Mirah ora bisa diwor dadi siji. Kaping papat, Wong Golan ora oleh gawe iyup-iyup saka kawul. Kaping limone, wong Mirah ora oleh nandur, nyimpen lan gawe panganan soko dele.
Semenjak kehilangan putra kesayangannya Ki Honggolono  banyak merenung. Walaupun banyak harta melimpah ternyata tidak membuat hidupnya tenang dan tidak mendapatkan ketenangan batin. Akhirnya Ki Honggolono insyaf dan taubat atas semua perbuatannya dan mulai belajar syariat Islam. Demikian juga yang dilakukan Ki ageng Mirah, karena peristiwa tersebut beliau kemudian berguru ke seorang Kiyai.

***





Itulah cerita yang berkembang di masyarakat, percaya atau tidak semua dikembalikan kepada pribadi masing-masing






sumber :

AGENDA KEGIATAN SENI BUDAYA 2016





PENTAS REYOG BULAN PURNAMA
DAN ATRAKSI TARI DI PANGGUNG UTAMA ALON – ALON PONOROGO
TAHUN 2016 


NO

TANGGAL
HARI
WAKTU

REYOG  YANG  MEWAKILI

1.
25 JANUARI
SENIN
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN  PONOROGO
2.
23 FEBRUARI
SELASA
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN JETIS

3.
24 MARET
KAMIS
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN  NGEBEL

4.
22  APRIL
JUMAT
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN SOOKO
5.
22  MEI
MINGGU
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN  JAMBON
6.
20  JUNI
SENIN
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN  SAWOO
7.
20  JULI
RABU
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN JENANGAN
8.
18 AGUSTUS
KAMIS
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN BUNGKAL
9.
17 SEPTEMBER
SABTU
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN PULUNG
10.
16 OKTOBER
MINGGU
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN BADEGAN
11.
15 NOPEMBER
SELASA
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN SAMBIT
12.
14 DESEMBER
RABU
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN SAMPUNG




PENTAS REYOG DI KECAMATAN NGEBEL
KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2016
 

No
WAKTU
TEMPAT
KECAMATAN
KETERANGAN
1
Minggu, 14 Februari 2016
Jam 10.00 s/d selesai
Dermaga Telaga Ngebel
Kecamatan Jenangan

2
Minggu, 10 April 2016
Jam 10.00 s/d selesai
Dermaga Telaga Ngebel
Kecamatan Pulung

3
Minggu, 12 Juni 2016
Jam 10.00 s/d selesai
Dermaga Telaga Ngebel
Kecamatan Ngebel

4
Minggu, 14 Agustus 2016
Jam 10.00 s/d selesai
Dermaga Telaga Ngebel
Kecamatan Pudak

5
Minggu, 16 Oktober 2016
Jam 10.00 s/d selesai
Dermaga Telaga Ngebel
Kecamatan Sooko

6
Minggu,18 Desember 2016
Jam, 10,00 s/d selesai
Dermaga Telaga Ngebel
Kecamatan Ngebel

              

 
JADWAL GELAR REYOG BANTARANGIN
PANGGUNG MONUMEN BANTARANGIN 2016


NO

TANGGAL
HARI
WAKTU

REYOG  YANG  MEWAKILI

1.
9 MARET
RABU
19.30  S/D  SELESAI
DS.SUMOROTO
2.
8 APRIL
JUMAT
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN SUKOREJO

3.
7 MEI
SABTU
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN SAMPUNG

4.
3 AGUSTUS
RABU
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN BADEGAN
5.
2 SEPTEMBER
JUMAT
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN JAMBON
6.
31 OKTOBER
SENIN
19.30  S/D  SELESAI
KECAMATAN KAUMAN
        

PAGELARAN WAYANG KULIT AKHIR BULAN
TAHUN 2016 

NO
HARI
TANGGAL
NAMA DALANG
ASAL
KETERANGAN
1
Sabtu
30 – 01 - 2016
Imam Sobirin
Bungkal

2
Sabtu
27 – 02 – 2016
Tri Edijono
Jetis

3
Sabtu
26 – 03 – 2016
Joko Suhendro
Babadan

4
Sabtu
30 – 04 – 2016
Gondo Suparno
Pudak

5
Sabtu
28 – 05 - 2016
Joko Sembodo
Ponorogo

6
Sabtu
25 – 06 – 2016


Puasa
7
Sabtu
30 – 07 - 2016


Halal Bihalal
8
Sabtu
27 – 08 - 2016
Dodik
Jambon

9
Sabtu
24 – 09 - 2016
Guritno
Guritno

10
Sabtu
29 – 10 - 2016
Agus Sabdo
Kauman

11
Sabtu
26 – 11 - 2016
Dudut Sedyono
Sampung

12
Sabtu
24 – 12 - 2016
Heru
Sukorejo




JADWAL PENTAS TEATER KABUPATEN PONOROGO 
TAHUN 2016

NO

WAKTU
TEMPAT
TEATER YG PENTAS
KETERANGAN
1.
13 Pebruari 2016
Jam 19.00 Wib. s/d selesai
Gedung Kesenian
Jl. Pramuka 19 A Ponorogo

1.   Teater Muter SMA2 Pon dan Teater Ku SMA 1 Babadan

2.
16 April 2016
Jam 19.00 Wib. s/d selesai
Gedung Kesenian
Jl. Pramuka 19 A Ponorogo
1.  Tesaiga SMA3 Pon Teater Granggang Minority  
2


3.
14 Mei 2016
Jam 19.00 Wib s/d selesai
Gedung Kesenian
Jl. Pramuka 19 A Ponorogo
1.    Exsibisi
2.    SMK 1 Pon KSMW


4.
13 Agustus 2016
Jam 19.00 Wib. s/d selesai
Gedung Kesenian
Jl. Pramuka 19 A Ponorogo

1.  Wakamandhini  
2.    Nitya Dharaka SMA 1 Badegan

5.
15 Oktober  2016
Jam 19.00 Wib. s/d selesai
Gedung Kesenian
Jl. Pramuka 19 A Ponorogo

1.    Podjok
2.  Tintir SMK TI  

6.
17 Desember 2016
Jam 19.00 Wib. s/d selesai
Gedung Kesenian
Jl. Pramuka 19 A Ponorogo
1.    YakuzaTopeng SMA Muh 1
 
 
JADWAL HARI JADI KABUPATEN PONOROGO
 
NO
HARI/TANGGAL
KEGIATAN
KETRANGAN
1
Minggu , 7 Agustus 2016
Pembukaan Hari Jadi Kabupaten Ponorogo

2
Senin, 8 Agustus 2016
Festival Reyog Mini

3
Selasa, 9 Agustus 2016
Festival Reyog Mini

4
Rabu, 10 Agustus 2016
Festival Reyog Mini

5
Kamis, 11 Agustus 2016
Penutupan Hari Jadi Kabupaten Ponorogo



Perayaan Grebeg Suro & Festifal Reyog Nasional XXIII 2016
Bulan September 2016

NO
HARI/TANGGAL
KEGIATAN
KETERANGAN
1
Minggu , 25 September 2016
Pembukaan Grebeg Suro

2
Senin, 26 September 2016
Festival Reyog Nasional

3
Selasa, 27 September 2016
Festival Reyog Nasional

4
Rabu, 28 September 2016
Festival Reyog Nasional

5
Kamis, 29 September 2016
Festival Reyog Nasional

6
Jumat, 30 September 2016
Festival Reyog Nasional

7
Sabtu, 1 Oktober 2016
Penutupan Grebeg Suro


 
 
 
 
 
 
 
 
 
Sumber :
Dinas Pariwisata Ponorogo